Kamis, 14 Mei 2015

Asal Usul Istilah Pedagang Kaki Lima

Muslimdaily.net – Menyebut pedagang kaki lima atau disingkat PKL / PK5, yang teringat dalam benak kita seringkali adalah seorang pedagang yang menjual dengan sebuah gerobak roda dua dan satu kayu penyangga. Lebih dari itu, kesan semrawut, tidak tertib, dan kesan kumuh seringkali menjadi stigma negatifnya.

Siapa sih sebenarnya Pedagang Kaki Lima itu? Setidaknya ada dua asal-usul atau versi darimana kemunculan istilah Pedagang Kaki Lima. Pertama, orang secara umum mengetahui Pedagang Kaki Lima dikarenakan oleh alasan pedagang yang dimaksud memiliki “kaki” (dalam pengertian konotatif) berjumlah lima. Asosiasi ini tentunya akan mengarah kepada para pedagang yang berjualan dengan mendorong gerobak beroda dua. Dengan demikian, pedagang itu dianggap menjadi pedagang berkaki lima. Dua kaki adalah kaki dalam makna sebenarnya si pedagang, tiga kaki lainnya diasosiasikan pada dua roda gerobak dan satu kayu penyangganya.


Dalam pengertian secara meluasnya, gerobak-gerobak para pedagang tidak lagi melulu terdiri dari 5 kaki saja, karena ada juga yang rodanya tiga, ada yang empat, dan ada juga yang berjalan dengan tidak didorong tetapi dikayuh seperti sepeda / becak. Meskipun sudah tidak berkaki lima lagi, para pedagang yang bergerobak sering diasosiasikan sebagai pedagang kaki lima. Demikian asal usul versi pengertian pertama dan umum di masyarakat.

Sementara itu, asal usul yang kedua mengenai pedagang kaki lima perlu dilakukan dengan melihat sedikit ke ‘belakang’ (baca: masa lalu) di zaman penjajahan Belanda. Konon, penyebutan trotoar di zaman Belanda dulu disebut dengan istilah 5 Feet karena standar minimal lebar trotoar adalah sepanjang 5 kaki / 1,5 meteran (ukuran). Dikarenakan kebiasaan menerjemahkan sebuah kosakata / istilah yang terdiri dari dua suku kata asing ke dalam bahasa Indonesia dengan cara membalik arti kata, maka istilah 5 Feet tidak diterjemahkan 5 kaki tetapi Kaki Lima. Model penerjemahan ini seperti halnya Fried Chicken = yang diartikan Ayam Digoreng (Ayam Goreng), bukan Digoreng Ayam atau swimming pool yang diterjemahkan menjadi kolam renang; atau istilah email (dari kombinasi electronic mail) yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan surat elektronik yang kemudian disingkat surel.


Nah, di zaman Belanda dulu pun, sudah banyak dan marak penggunaan trotoar / 5 Feet yang dipakai oleh para pedagang untuk menjual barang dagangannya. Para pedagang yang berjualan di trotoar / 5 Feetitulah yang kemudian disebut dengan sebutan pedagang 5 feet atau diterjemahkan oleh pribumi sebagai pedagang kaki lima (seharusnya pedagang 5 kaki dong ya??  ). Setiap orang yang berjualan dan berdagang di trotoar entah pakai gerobak atau tidak disebut sebagai Pedagang Kaki Lima.


Asal-usul istilah Pedagang Kaki Lima versi kedua itu didukung oleh pengertian secara bahasa Indonesia yang bisa dilacak di dalam kamus. Ketika kita mencari istilah Kaki lima di dalam Kamus Bahasa Indonesia, terbitan Pusat Bahasa Departeman Pendidikan Nasional, Kaki Lima diartikan atau mempunyai pengertian sebagai berikut antara lain : 1 ark lantai diberi beratap sbg penghubung rumah dng rumah; 2 serambi muka (emper) toko di pinggir jalan (biasa dipakai tempat berjualan); 3 (lantai di) tepi jalan;.


Demikianlah kira-kira asal usul istilah pengertian Pedagang Kaki Lima. Manakah yang benar antara versi pertama atau kedua? Aku kira keduanya sama-sama benar dan beralasan. Jika memang benar di zaman Belanda dulu Pedagang Kaki Lima sudah banyak bertebaran di trotoar-trotoar tepi jalan dan tidak dilarang untuk berjualan selama mampu menjaga ketertiban dan kebersihan, lalu kenapa sekarang banyak sekali pelarangan-pelarangan Pedagang Kaki Lima di Indonesia??? Agaknya pihak yang melarang itu perlu membaca sejarah kembali sehingga ia tahu perlakuannya kepada PKL tidak lebih baik dibanding para penjajah Belanda di zaman dahulu. [zulfikri]


Sumber:

http://www.muslimdaily.net/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar